Tohjiwa adalah nama salah satu Desa Adat yang berada di Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem, diartikan oleh masyarakat umum sebagai nama desa yang masyarakatnya mempunyai keberanian atau pengorbanan mempertaruhkan jiwa dan raga. Kebenaran akan arti atau makna nama tersebut tentunya tidak lepas dari sejarah pemberian nama itu. Sejarahlah yang akan mengungkapkan makna dan maksud dari nama tersebut berdasarkan informasi, data, dan fakta.
Informasi, data dan fakta yang dimaksud tentunya yang berhubungan dengan
keberadaan Desa Adat Tohjiwa, sebab ada nama yang sama dan tentunya memiliki
sejarah yang berbeda.
Sebuah tulisan cerita sejarah kuno yaitu Raja Purana Besakih menjadi titik
awal ditemukan nama tempat yang disebutkan sebagai Gumi Tohjiwa. Petikan dalam
bagian naskah seperti berikut ini : “Nian
cinaritan, aturan Ida Dhalem, kinaran : sawah pecanigaan, pecanangan, daging gumi Tohjiwa, namaning sawah :
Kepasekan, Bugbugan, Lenging Ngongang, Lod Umah, Dawuh Kutuh, pigung winih 12
tenah, asigar katur ring I DEWA BUKIT KIDUL, sebagi katur ring I DEWA BUKIT
PENGUBENGAN, sebagi katur ring I DEWA DANGIN KRETEG, sebagi pada winih tigang
tenah rong depuk, sepuri puri. (Sri Rhesi Anandakusuma,
1978. 2. Raja Purana Besakih).
Dalam
terjemahannnya yaitu : Ini perihal ketentuan dan kewajiban di
pura Besakih
(Gunung Agung) yang tercantum dalam Piagam Raja (Dalem). Anglurah
Kebayan di Besakih dan Sedahan Ler di Selat mempunyai tugas yang
sama untuk memelihara dan menegakkan piagam raja ini. Begini
disebutkan,
persembahan raja berupa tanah sawah untuk laba pura.
Tanah itu ada di Tohjiwa
terletak di subak Kepasekan, Bugbugan, Lenging Ogang, Lod Umah, Dauh Kutuh, jumlah semuanya
berbibit 12 1/2 tenah, untuk Batara Ratu Kidul sepertiga, Batara I
Dewa Bukit Pangubengan sepertiga, Batara Dewa Dangin kreteg
sepertiga, jadi masing-masing pura mendapat sawah berbibit 3 tenah 2
depuk. (Drs.I Wayan Warna dkk, 1987. Terjemahan Lontar Raja
Purana Besakih. Babad bali.com)
Kutipan
dari Raja Purana Besakih diatas lebih pada menyatakan nama suatu tempat atau
lahan pertanian yaitu sawah.
Berhubungan dengan sisilah keturunan dalam
Raja Purana besakih juga disebutkan seperti kutipan berikut :
“Caritaken
Pangeran Jrantik Ketut ring Camengaon.
Tereh Arya
Kanuruhan : Pangeran Pegatepan, Tangkas,
Brangsinga.
Tereh
Pangeran Dawuh Bale Agung, mantreng Pakisan
Tereh
Pangeran Petandakan : Pangeran Bungaya, Asak.
Tereh Arya
Wang Bang : Penataran, Tohjiwa,
Singarsa.
Tereh Arya
Kenceng : Ngurah Tabanan, Badung.
Tereh Arya
Belog : Buringkit, Kaba-kaba.
Tereh Wang
Bang : Pering, Cagahan.
Tereh Arya
Kuta Waringin : Kubon Tubuh.” (Sri Rhesi Anandakusuma,
1978. 3. Raja Purana Besakih)
Dalam
Penjelasan terjemahannya sebagai berikut : Pangeran
Srantik di Camanggawon. Keturunan Arya
Kanuruhan: Pangeran Pagatepan dan Pangeran Tangkas. Pangeran
Pangalasan menurunkan: Srantik ini kesatria dari Majapahit bersepupu dengan
keturunan Pangeran Dauh Bale Agung warga Arya Kepakisan menjadi
menteri Dalem Kepakisan yang keturunannya antara lain: Pangeran
Batan Jeruk,
Pangeran Nyuh Aya, Pangeran Asak. Keturunan Arya Wang Bang, Sang
Penataran, Tohjiwa, Singarsa termasuk
rumpun warga Pengalasan. (Drs.I Wayan Warna dkk, 1987.
Terjemahan Lontar Raja Purana Besakih. Babad bali.com)
Dalam kutipan diatas disebutkan Tereh dengan
Nama Tohjiwa, yang tidak lain adalah Ida Tohjiwa
Sebutan Gumi Tohjiwa
sudah ada sejak Jaman Raja Bali yaitu
Raja Udayana dan kedatangan Mpu
Kuturan. Kata “Gumi” yang artinya “wilayah”, “Tanah” (Ida Wayan Oka Granoka,dkk,1985. Hal 37 Kamus
Bali Kuno- Indonesia. Pusat pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Departemen
Pendidikan dan Kebudyaan, Jakarta). Namun penting diketahui lebih
lanjut tentang asal usul sebuah nama “Tohjiwa”.
Dalam
buku karya David J. Stuart-Fox dijelaskan Ida Manik Angkeran (Arya Wangbang) mempunyai empat orang putra : Ida
Tulus Dewa, Ida Banyak Wide, Ida Wayabya, dan Sang Manikan (dari ibu yang
berbeda), yang menjadi leluhur dari empat kelompok keturunan yang saling
berkaitan (warga) yakni berturut turut, Arya Bang sidemen, Arya Pinatih, Arya
Bang Wayabya dan Manikan. Putra yang menjadi perhatian kita, yakni Ida tulus
Dewa mempunyai dua orang putra : Ida Penataran dan Ida Tohjiwa. Lebih memilih
pengaruh politik dibandingkan dibandingkan dengan gengsi sebagai paderi, Ida
Penataran menikah kedalam sebuah keluarga arya yang terkenal di Kerajaan
Gelgel, karena itu dia kehialangan status brahmananya dan menjadi I Gusti
Penataran. Beliau diwariskan kuasa atas wilayah yang sekarang menjadi daerah
Karangasem Barat dengan tempat kediaman di Sidemen (Tabola), Muncan, dan
Besakih. Saudaranya tinggal di Tohjiwa, kemudian salah satu dari garis cabang
keturunannya pindah ke Selat. (David j. Stuart-Fox,
2010. Hal 340. Pura Besakih. Pura, Agama dan Masyarakat Bali. Pustaka Larasan,
Udayana University Press, KTTLV – Jakarta). Dari
kutipan tersebut , saudara I Gusti Penataran yang dimaksud dalam penjelasan
tersebut adalah Ida Tohjiwa, maka kata atau nama “Tohjiwa” menjadi nama tempat tinggal kekuasaan beliau. Nama Beliau Ida Tohjiwa
diberikan karena karakter dari beliau yang pemberani berjiwa perwira sejati
yang siap mempertaruhkan jiwanya.
Berikutnya
dalam penelusuran tentang nama asal usul Desa Tohjiwa kembali disebutkan dalam
buku yang berjudul Sejarah Sira Arya Kanuruhan sebagai berikut :
“Pemerintahan Ida Dalem Pemahyun 1665
M , Diceritakan Ida I Dewa Anom Pemahyun Dimade mendengar berita dan mendapat
laporan bahwa Kryan Sagung Maruti hendak menggempur kerajaan Singarsa. Segera
beliau menyiapkan pasukan berani mati (Pamating) dan bersama rakyatnya mendahului
menyerang, desa-desa Cegeng,
Tambega, beliau menggelar dan
menyiagakan pasukannya serta penyerangan dengan nama atau semboyan “Tohjiwa”,
yang kemudian tempat ini disebut Desa
Tohjiwa”. (Wayan
Adiartayasa, 2015. Hal 76. Sejarah Sira
Arya Kanuruhan. Pengurus Pusat Pratisantana Sira Arya Kanuruhan. Tohpati
Grafika Utama 81 Hal)
Dalam sebuah Prosiding Seminar Nasional tentang Sistem Pertahanan
Puri Semarapura Kata Tohjiwa
sebagai sebutan dari kesetiaan masyarkat pengikut dan pelindung Puri Klungkung
yang mempertaruhkan Jiwa dan Raga untuk melindungi Puri Klungkung dari serangan
musuh musuh raja.
Foto : perempuan-bali-masa-lalu - Jaman Kerajaan Klungkung Sumber Foto : https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/06/19/72132-perempuan-bali-masa-lalu.jpg
Dari kesetian
dan loyalitas manca inilah yang akhirnya wilayah yang di tempati sebagai
pertahanan luar Puri Klungkung diberikan nama
yaitu (i) desa adat Tohpati (Tohpati berarti
mempertaruhkan nyawa sampai mati memberla kedaulatan Manca), sebuah desa di
perbatasan antara kerajaan Klungkung-kerajaan Bangli, (ii) desa adat Tohjiwa (Tohjiwa berarti
membela Manca dengan jiwa raga,
sebuah desa di perbatasan antara kerajaan Klungkung-kerajaan Karangasem) dan
(iii) desa adat Jagapati (menjaga
desa sampai ajal, sebuah desa adat di perbatasan wilayah kerajaan
Klungkung-kerajaan Gianyar).
Dalam sistem Pertahanan Perang Dalam
disebut sebagai Tameng dada, Tameng Dada yaitu memanfaatkan Banjar sebagai
prisai pertahanan Puri Klungkung. Banjar- banjar yang menjadi tameng dada yaitu
Banjar Pande,Banjar Mergan, Banjar
Pekandelan, Banjar Bucu, dan Banjar Sengguan.
Manca
sendiri
membangun benteng pertahanan perang yang dilengkapi dengan : (i) Geblog : tembok penghalang dari
batang bambu/ kayu, ranjau duri dan sungga
(bambu runcing), (ii) Belumbang
; kanal air dalam & lebar, terletak di depan Geblog diisi buaya dan sungga
dan (iii) Gelar :
benteng berupa tembok tumpukan batu dan tanah liat, lebih tinggi dari manusia
dan dilengkapi dengan lubang pengintaian dan tempat menembak. (Putu Arya Wiastina Putra, 2019. Sistem Pertahanan Puri
Semarapura. Prosiding Seminar Nasional Arsitektur,
Budaya dan Lingkungan Binaan, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik
Universitas Dwijendra)
Salah
satu yang menjadi bukti sejarah bangunan banteng pertahanan yaitu Gelar
(benteng berupa tembok tumpukan batu dan tanah liat, lebih tinggi dari manusia
dan dilengkapi dengan lubang pengintaian dan tempat menembak.) yang berlokasi
di Banjar Adat Cegeng Desa Adat Tohjiwa.
Berdasarkan sumber sumber informasi tersebuat diatas, maka
Nama Desa Tohjiwa bermula nama dari Ida Tohjiwa yang diberikan untuk
menempati wilayah/gumi/Tanah yang selanjutnya disebut Gumi Tohjiwa. Sumber
informasi yang berikutnya pun menguatkan nama Desa Tohjiwa dengan arti
kata/makna yang sama.